Kemarin dapet kiriman tulisan dari BKLDK Link via Facebook. Judulnya Ramadhan Tanpa Khilafah. Isinya TOP ABIZ. Kalo abis baca ini nggak sadar pentingnya KHILAFAH, berarti ... Yach, tebak sendiri ja.
Mau tau isinya apa? Nih, dibaca ja.
Ramadhan Tanpa Khilafah
Seandainya Khilafah ada, kita tidak hanya menangis saat berdoa di malam lailatul Qadar yang sepi, sementara kita membiarkan tangis pilu jutaan anak yatim, para wanita tua yang kehilangan sanak saudaranya akibat kebuasan penjajah.
Bayangkan seandainya Khilafah masih ada, maka menjelang awal ramadhan kemarin Kholifah dengan sangat serius mempersiapkan upaya pemantauan hilal (bulan), sebagaimana yang diperintahkan Rosulullah SAW. Kholifah akan mengerahkan ulama, ahli falaq, pakar astronomi di berbagai kawasan negeri Khilafah mulai dari Maroko sampai Marauke. Teknologi pun dipersiapkan untuk membantu, siaran langsung dari berbagai kawasan pemantauan dari seluruh dunia dilakukan seperti siaran langsung sepak bola di era Jahiliyah. Kemungkinan detik-detik terlihatnya hilal bisa disaksikan oleh kaum muslimin di seluruh dunia.
Setelah hilal terlihat, Kholifah segera mengumumkan masuknya 1 Ramadhan. Atau bulan sya’ban digenapkan 30 hari kalau belum terlihat. Siaran langsung pidato Kholifah dipancarkan secara langsung televisi ataupun radio Departemen I’lami (informasi negara) dari pusat kota negara Khilafah yang akan disaksikan dan didengarkan via satelit oleh hampir 1,5 milyar umat Islam negara Khilafah berbagai penjuru dunia. Dengan kecanggihan sains dan teknologi ini tidak ada kendala untuk menyampaikan pesan penting ini dengan cepat dan akurat di seluruh dunia.
Umat Islam menyambutnya dengan riang gembira, merekapun shaum pada hari yang sama: 1 ramadhan yang sama. Meskipun terjadi perbedaan pendapat tentang bagaimana menentukan awal dan akhir ramadhan, tapi perintah Imam yang wajib ditaati telah melebur semua itu: “amrul Imam yarfa’ul khilaf” (perintah Imam/Kholifah menghilangkan perbedaan). Semuanya taat kepada perintah Kholifah , ketaatan yang diperintahkan Allah SWT dan Rosulnya.
Di malam 1 Ramadhan setelah sholat maghrib Kholifah pun kemudian berpidato sebagaimana Rosulullah Saw berpidato yang juga diikuti oleh Kholifah Umar bin Khoththob ra , yang intinya mengingatkan kaum muslimin tentang keutaman bulan ramadhan: pahala yang dilipatgandakan, bulan kesabaran, bulan pertolongan Allah kepada hamba-Nya, bulan ampunan (syahrul maghfirah). Kholifah mendorong umat Islam untuk melaksanakan amalan wajib di bulan ramadhan dan memperbanyak amalan sunnah: membaca Al Qur’an, sholat tarawih, memperbanyak shodaqoh, menuntut ilmu dan lainya. Rakyat Daulah Khilafah pun dengan khusuk mendengar nesahat Kholifah. Pidato yang bukan basa-basi dari pemimpin hipokrit. Setelah itu dilanjutkan dengan sholat berjama’ah bersama dengan Kholifah sebagai imamnya.
Seandainya Khilafah ada, bulan ramadhan ini tidak akan kita isi hanya dengan menahan lapar dan haus, membaca Al Qur’an atau sholat tarawih bersama. Tapi juga berperang di jalan Allah SWT (jihad fi Sabilillah). Sebagaimana Rosulullah saw pada bulan Ramadhan memobilisasi umat Islam untuk berjihad dalam perang Badar dan Fathul Makkah. Pada bulan ini Kholifah akan mengkomandokan kita umat Islam di seluruh penjuru dunia, tentara-tentara Islam yang terlatih, untuk bersiap-siap membebaskan negeri-negeri Islam yang masih dijajah oleh negara-negera imperialis.
Kita bersama jutaan tentara-tentara Islam yang terlatih yang terdiri dari berbagai bangsa, bermacam ras dan warna kulit, dari berbagai benua, bergerak bersama-sama dibawah komando Kholifah ke Palestina, Irak, dan Afghanistan dan Pakistan. Mengisi ramadhan kita dengan salah satu amalan yang paling mulia yakni jihad fi sabilillah tanpa bisa dihalangi oleh nasionalisme yang membelengu atau PBB yang menipu.
Kita tidak hanya diam khusuk disudut-sudut masjid, sementara saudara-saudara kita di Jalur Gaza menangis karena lapar akibat embargo Zionis Yahudi. Kita tidak hanya menangis saat berdoa di malam lailatul Qadar yang sepi, sementara kita membiarkan tangis pilu jutaan anak yatim, para wanita tua yang kehilangan sanak saudaranya. Tangis menyaat hati yang terdengar sangat jelas, akibat kebrutalan tentara kafir penjajah di Irak dan Afghanistan. Ramadhan ini juga akan kita isi dengan keringat dan darah yang tertumpah di medan perang, untuk membebaskan saudara-saudara kita yang tertindas.
Seandainya Khilafah ada, kita tidak akan melalui hari-hari kita di bulan ramadhan dengan penuh kemunafikan dan dosa. Kita tidak melaluinya dengan makanan berbuka yang berlebihan di ruang-ruang AC yang nyaman.Sementara banyak saudara-saudara kita yang terpaksa menahan lapar yang perih karena kemiskinan di kolong jembatan dan gubuk tak layak. Kholifah tidak sekedar mendorong untuk memperbanyak shodaqoh di bulan ramadhan terhadap orang miskin. Shodaqoh tentu berpahala dan membantu tapi tidak menyelesaikan kemiskinan secara tuntas. Yang dilakukan Kholifah adalah tindakan nyata untuk menghentikan sistem yang memiskinkan rakyat, yaitu sistem kapitalis. Menggantinya dengan kebijakan ekonomi negara yang mensejahtrakan.
Kholifah akan menerapkan ekonomi syariah yang akan menghentikan praktik-praktik ekonomi kapitalis yang membunuh rakyat dan menjadi jalan perampokan terhadap kekayaan negara. Kebijakan privatisasi, pengurangan subsidi, hutang luar negeri akan dihentikan. Praktik perbankan ribawi, saham yang spekulatif, mata uang kertas yang bersandarkan pada dolar, yang menjadi penyebab utama ketidakstabilan ekonomi akan dihentikan. Berdasarkan ekonomi syariah negara membuka dengan luas ekonomi riil yang menggerakan lapangan kerja. Menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat (sandang,pangan, dan papan), dan menjamin pendidikan dan kesehatan gratis untuk rakyat.
Seandainya Khilafah ada, ramadhan tidak akan kita lalui dengan sikap yang hiporkrit. Berulang-ulang penceramah menyatakan bulan ramadhan adalah bulan ketaqwaan, tapi didepan mata kita kemaksiatan terus berlangsung . Berulang-ulang dikatakan bulan ramadhan adalah bulan turunnya Al Qur’an yang harus kita jadikan pedoman hidup, sementara Al Qur’an sesungguhnya kita campakkan , karena kita tidak menerapkan hokum-hukum al Qur’an dalam seluruh aspek kehidupan kita. Pernyataan berulang al Qur’an sebagai ‘hudallinnas (petunjuk manusia), hudallil muttaqin (petunjuk bagi orang yang bertaqwa), menjadi semacam retorika yang tidak ada dalam realitanya.
Inilah yang pernah dikhawatirkan oleh Rosullah saw, terjadi pada ummatnya. Sebagaimana firman Allah Swt. Berkatalah Rasul, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Quran ini sebagai sesuatu yang diabaikan." (QS al-Furqan [25]: 30).
Rasulullah saw. mengadukan perilaku kaumnya yang menjadikan al-Quran sebagai mahjûr[an]. Mahjûr[an] merupakan bentuk maf‘ûl, berasal dari al-hujr, yakni kata-kata keji dan kotor. Bisa juga berasal dari al-hajr yakni at-tark (meninggalkan, mengabaikan, atau tidak mempedulikan). Jadi, mahjûr[an] berarti matrûk[an] (yang ditinggalkan, diabaikan, atau tidak dipedulikan).
Banyak sikap dan perilaku yang oleh para mufasir dikategori hajr al-Qur’ân (meninggalkan atau mengabaikan al-Quran). Di antaranya adalah menolak untuk mengimani dan membenarkannya; tidak mentadaburi dan memahaminya; tidak mengamalkan dan mematuhi perintah dan larangannya; berpaling darinya. Dengan adanya Khilafah, hal itu tentu tidak akan terjadi. Sebab Khilafah akan menjadikan syariah Islam menjadi hokum resmi negara yang wajib diterapkan dalam segala aspek kehidupan . Dengan demikian Al Qur’an dan as Sunnah benar-benar menjadi pedoman hidup kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar