Salam

Pages

Sabtu, 22 Januari 2011

Cermin Mahasiswa

Mungkin banyak dari kita yang menganggap bahwa mahasiswa sejati adalah para pahlawan. Yach, kayak Bung Karno ‘n Bung Hatta gitu.

Padahal waktu zamannya kerajaan-kerajaan gitu, kita udah termasuk bangsa yang jaya. Tapi kita tetep bisa ambil sampel dari mereka. Plus, mereka bisa mendapatkan pendidikan di tengah penjajahan. Meskipun banyak pejuang lainnya juga yang bisa nggak ngedapetin pendidikan. So, mereka beruntung banget ‘kan? Meskipun mereka mendapatkan pendidikan barat, tapi otaknya bisa dipake buat bangsa. Yach, sedikit teracuni mungkin juga.

Karena emang sulit untuk menghindari pemikiran barat yang dimasukkan ketika menuntut ilmu. Ibaratnya seperti masuk ke sistem, terus nyari kelemahan ‘n peluang yang bisa diambil buat mencapai tujuan. Ato ibarat ikan di laut tapi dagingnya nggak asin. Perlu diingat, nggak ada pelaut handal yang lahir dari laut yang tenang. Tumbuh dengan pergolakan yang menempanya menjadi lebih bersemangat.

Sekitar tahun 60-an, Negeri ini cuma punya sedikit Universitas, tapi jiwa dan semangat mahasiswanya bermutu. Bahkan, negeri tetangga pun belajar ke sini. Dengan mahasiswa-mahasiswa yang bergerak untuk rakyat.

Meskipun sibuk dengan agenda organisasi, ilmu perkuliahan tetep dapet, jadi ngga sekedar nilai dan IP. Kadang-kadang, nggak sedikit juga yang harus menempuh kuliah 8-10 tahun untuk mendapatkan kelulusan. Karena kuliah nggak sekedar kuliah, memperluas link, jaringan, ‘n cari tambahan dana kuliah. Walaupun waktu itu kuliah tergolong murah, tapi bagi ortu yang ekonominya rendah tetep aja mahal. Jadi nggak sedikit yang harus kerja kasar supaya tetep bisa kuliah. Ngandelin ortu aja nggak bisa.

Mereka nggak malu ngelakuin itu. Karena itulah realita yang ada. Bukan sekedar huru-hara. Bahkan anak petani pun bisa mencapai cita-citanya untuk jadi dokter, tidak seperti saat ini. Meskipun sebelum BHP dilaksanakan.

Tapi, masih bisa saja parpol-parpol memanfaatkan semangat mahasiswa berorganisasi untuk merekrut kader. Mahasiswa yang silau dengan jabatan nggak jarang jadi korban dan berubah menjadi orang yang mereka tentang. Film Gie menggambarkan dengan sangat jelas tentang keadaan saat itu. Pertama kalinya mahasiswa menjatuhkan rezim. Sayangnya melahirkan rezim yang rusak juga. Rezim yang menggadaikan bangsanya dengan halus dan bertangan besi terhadap rakyat.

Setelah tahun 80-an, mahasiswa mulai melemah karena kukungan dan keterikatan penguasa. Tapi denyut nadi aktivis muda masih bergolak. Perlahan tapi terus. Pergerakan rahasia berjalan. Kalo buka-bukaan pastinya dibabat habis. Setidaknya jiwa mahasiswa saat itu masih lebih baik. Tidak hanya sekedar titel dan kerja nyaman, tapi ada idealisme untuk mengangkat harkat dan martabat kaum kecil.

Puncak krisis kebebasan ini adalah pada tahun 1998. Mahasiswa bergerak. Mahasiswa berteriak. Fakta dan realita yang dibeberkan semakin membakar semangat mahasiswa. Akhirnya, mahasiswa kembali meruntuhkan rezim untuk yang kedua kalinya. Sayangnya, mereka tidak mempunyai solusi dan orang yang tepat untuk memimpin. Mau tidak mau sejarah itu berulang. Semangat reformasi itu pun mulai dibekingi kepentingan politikus.

Saat ini, bisa kita lihat bahwa mahasiswa sedang ditidurkan karena dianggap membahayakan pemerintah. Karena mahasiswalah yang bisa menumbangkan rezimnya pak jenderal. Rezim yang dipenuhi dengan ketidakbebasan ngomongin politik walaupun biaya kuliah murah. Harusnya bisa gratis dilihat dari kekayaan negeri ini yang melimpah ruah. Rakyat hanya menerima sedikit.

Note: Buat tulisan ini abis baca buku “Jangan Sadarin Mahasiswa”. Kurang lebih isinya sama. Ini yang pas bagian awal.

Kamis, 06 Januari 2011

Ayo, Siap Jadi Ibu!


Hari gini ngomongin jadi ibu? Nggak salah nih? Ups, jangan protes dulu, sobat Mossi! Biar kamu-kamu masih pada sekolah atawa kuliah, kalian kan juga calon-calon ibu. So, nggak ada salahnya kita geber trik-trik gimana agar menjadi ibu idaman. Setuju nggak setuju, harus!

Fitrah Wanita

Kebanyakan kamu-kamu pasti belom kepikiran soal gimana jadi ibu. Ah, ntar aja. masih jauuuuh. Sekolah juga belom beres, boro-boro nyiapin diri jadi ibu. Kawin juga belom. Begitu mungkin alasan kamu. Yah, wajar sih, soalnya meski kamu-kamu pada berjenis kelamin perempuan, mungkin nggak pernah kepikiran untuk mempersiapkan masa depanmu yang sangat jelas: jadi ibu.

Yang kebayang paling-paling bagaimana mempersiapkan diri untuk meraih 'masa depan duniawi' setelah beres sekolah or kuliah. Misal bagaimana kalau jadi dokter, guru, kerja di perusahaan, dll, dst. Kalaupun mengarah ke 'lebih dewasa', paling yang kebayang cuma gimana enaknya khitbah plus nikah doang. Bisa dihitung dengan jari remaja yang serius bicara soal persiapan menjadi ibu. Bahkan yang udah merid sekalipun, nggak sedikit yang nggak siap jadi ibu. Lho, kok? Iya, lihat aja di sekeliling kamu, gadis-gadis bukan perawan yang merid gara-gara 'kecelakaan', mereka rata-rata nggak siap jadi ibu. Kawinnya sih mau, tapi nggak dilandasi ilmu. Kasihan kan anak yang dilahirkannya. Mau jadi apa coba? Bisa salah asuhan deh!

Emang, mungkin kamu bakal mengatakan bahwa menjadi ibu itu kan alami. So, nggak perlu persiapan ntar juga bisa sendiri. Yess, emang betul bahwa menjadi ibu itu adalah hal yang alami bagi wanita. Istilahnya, udah fitrah wanita ketika dia dewasa kelak, lalu menikah dan punya anak maka otomatis akan menyandang status sebagai ibu. Sebab Allah Swt memberikan kelebihan pada wanita dengan kemampuan untuk hamil, melahirkan, menyusui dan mendidik anak.

'Membesarkan' anak, dalam arti bertambah berat cada dan tinggi badannya mungkin hal yang mudah. Asal dikasih makan tiap hari, secara alami bayi akan tumbuh jadi kanak-kanak, beranjak ABG, remaja lalu dewasa. Beda ama 'mendidik' anak, yakni bagaimana membentuk generasi yang cerdas, sehat, dan takwa, ini bukan hal yang gampang. Nggak cukup mengandalkan naluri semata, tapi juga kudu dilandasi ilmu. Catet!

Bekal Jadi Ibu

Ingat Girl, menjadi ibu di zaman sekarang nggak cukup jadi sembarang ibu, tapi kudu bisa menjadi ibu dambaan umat. Apalagi tuh? Maksudnya, jadi ibu yang mampu melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas gitu loh. Tahu kan, saat ini sedang krisis SDM yang bermutu. Buktinya, di antara kawan-kawan kamu malah lebh suka tawuran dibanding belajar, lebih suka ngedugem dibanding ngaji, lebih banyak yang bercita-cita jadi artis dibanding jadi guru dll.

So, masyarakat ini butuh banget para calon ibu yang mampu mendidik anaknya menjadi generasi yang bermutu: cerdas, sehat, saleh dan takwa yang memiliki kepribadian yang kuat hingga mampu membawa masyarakat menuju kesejahteraan. Amin (Eh...jadi seirus gini). Untuk itu calon ibu kudu mempersiapkan diri sejak dini. Yah, sejak usia kamu-kamu ini nih. Siapa tahu bentar lagi ada yang melamar he..he.. Kalau nyiapinnya pas udah merid, ntar instan alias jadi ibu karbitan dong.

Yang pasti, sebagai calon ibu bermutu, kamu kudu bekali diri dengan aqidah Islam yang kokoh plus syakhsiyah Islamiyah yang tinggi. Iya dong, seorang ibu kan kudu bisa mengarahkan anaknya dengan keimanan sejak kecil, mencegah kesyirikan dan mengajarkan kepatuhan pada Allah Swt. Nah, kalo iman kamu sendiri cetek, gimana mau nuntut anak jadi sholeh dan sholehah? Mimpi kali ye...

Makanya, sedari sekarang kamu rajin ngaji. Bukan hanya membaca Al-Qur'an, tapi tambah deh tsaqofah Islam kamu. Termasuk yang terkait dengan kewajiban-kewajiban sebagai ibu atau hukum-hukum pengasuhan anak. Misal gimana Islam menganjurkan ibu menyusui selama 2 tahun, mengajarkan anak sholat, memisahkan tempat tidurnya, dan seterusnya.

Selain itu, kamu juga belajar menjadi orang yang penyayang dan lemah lembut, serta bertutur kata yang baik, khususnya ama anak kecil. Iya dong, anak kecil itu kan masih rapuh dan tak berdaya, jadi butuh banget kehangatan dan rasa aman. Kalo kamunya biasa emosi, galak dan berkata kasar, apa jadinya tuh anak? Makanya, coba deh kamu belajar mengendalikan emosi. Latihannya gampang, praktekkan aja ke adik atau anak tetangga. Sebab kata ortu nih, kita harus mendidik anak dengan hati.

Bekali pula dirimu dengan ilmu-ilmu tentang pendidikan anak. Misal gimana mengajarkan kemandirian anak, merangsang kecerdasannya, menghadapi perilaku anak yang 'nggak wajar, dll, dsb. Yakin deh, ilmu-ilmu gini buanyak banget kudu kamu pelajari dan tentunya banyak pula manfaatnya.

Satu lagi, seorang ibu juga kudu memiliki kesadaran bahwa anak adalah amanah Allah Swt. Allah kelak akan memintai pertanggungjawaban, apakah si anak diarahkan dengan baik atau tidak. Ibu juga kudu sadar bahwa anak itu aset bagi bangsa. Maju nggaknya bangsa di masa mendatang, tergantung gimana pendidikan yang diberikan ibu pada si kecil saat ini. Jangan berpikir semata-mata bahwa anak itu adalah aset bagi keluarga, karena ntar kalo udah gede bakal membalas jasa baik ortu, bisa merawat ortu dan mendatangkan uang. Weleh, ini mah pola pikir khas kapitalisme yang memandang segala sesuatu dari sudut pandang materi. Ini pandangan sesat, jangan denger deh.

Bangga Jadi Calon Ibu

Ibu adalah sosok yang sangat dimuliakan dalam Islam. Sampai-sampai Rasulullah bersabda 'Surga berada di telapak kaki ibu.' Coba, mana ada di telapak kaki kamu surga? Ada juga sepatu atawa sandal jepit yang dekil dan mungkin bau. Hi..hi hi..!

Tapi, Rasulullah justru menjunjung tinggi ibu sampai-sampai di bawah telapak kakinya diibaratkan sebagai surga, tempat dengan segala keindahan yang kekal abadi. Makanya, kamu yang dilahirkan sebagai kaum hawa kudu bangga dong manjadi calon-calon ibu. So, nggak ada salahnya kalo sejak dini kamu menyiapkan diri kan? Kamu bisa menggali pengalaman sekaligus menyelami dunia ibu pada ibumu. Toh dengan begitu akan menambah kedekatanmu dengannya. Oke deh, jangan malu-malu menyiapkan diri jadi ibu ya.

Sabtu, 01 Januari 2011

Dua Langkah Perubahan

Ketika mata memandang keluar rumah, maka akan tampak segala macam bentuk “ketidakwajaran”. Negeri ini kaya akan sumber daya alam, potensi tambang melimbah ruah, baik minyak, gas, batu bara, emas, timah, dan lainnya. Belu lagi ditambah kekayaan alam berupa hutan dan laut. Dalam logika sederhana kita membayangkan bahwa manusia yang tinggal di negeri ini, juga negeri-negeri disekitarnya, seharusnya hidup dalam kesejahteraan menikmati semua kekayaan itu.

Anehnya, rakyat negeri ini tak ubahnya manusia yang ada di padang pasir yang tandus dengan air yang terbatas dan cuaca yang labil dan membahayakan keselamatan jiwa. Inilah kenapa penulis menyebut negeri ini penuh dengan “ketidakwajaran”: paradoks.

Lebih dari itu, para pemimpin negeri ini melalaikan tanggung jawab (baca: kewajiban) mereka sebagai hamba Allah yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Seolah-olah akan hidup selamanya, meraka berani mengabaikan hokum-hukum Allah SWT. Inilah kesalah mendasar yang melahirkan kesalahan dan masalah lain yang kemudian menimpa ummat ini. Akibat perilaku penguasa lah, maka Allah menimpakan adzab kepada negeri ini.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96)

Inilah kondisi ummat ini. Inilah kerusakan yang bercokol ditangah-tengah ummat. Kerusakan yang disebabkan ulah tangan manusia itu sendiri.

“Telah Nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)

Tentu saja sebagai manusia yang berakal, kita tak inginkan keadaan ini bertahan. Apalagi sebagai seorang yang beriman, sudah menjadi kewajiban kita untuk merubah kerusakan dan kemaksiatan ini dengan segenap kemampuan yang kita bisa. Kitalah yang bisa melakukan perubahan, karena Allah telah menyatakan bahwa Dia tidak akan merubah keadaan, kecuali kita sendiri yang merubahnya.

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Lebih-lebih lagi Rasulullah telah mewanti-wanti dan memerintahkan agar semua orang, siapa saja, untuk merubah kemungkaran yang ada didepannya, dengan semaksimal kemampuan yang dimilikinya.

"Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak bisa melakukannya dengan tangannya, hendaklah ia mengubahnya dengan lisannya. Jika tidak bisa melakukannya dengan lisannya, hendaklah ia melakukan dengan hatinya. Itulah iman yang paling lemah." (HR. Muslim).

Untuk melakukan suatu perubahan, setidaknya ada dua hal yang harus dilakukan. Sebagaimana perkataan syaikh Ahmad Athiyyat dalam Ath-Thariq: Dirasatun Fikriyyatun Fii Kayfiyyah Al-Amal Litaghyiri Waqi’ Al-Ummah Wa Inhadhiha:

“sesungguhnya manusia tidak (akan) berfikir tentang perubahan kecuali jika dia memahami bahwa disana (di dalam kehidupannya) terdapat realitas yang fasid, atau buruk atau paling tidak tidak sesuai dengan yang seharusnya. Untuk didapatkan pemahaman tersebut (disini) maka adalah suatu keharusan adanya ihsas atas realitas yang fasid tersebut.”

Selanjutnya beliau menambahkan,

"Hanya saja, sekedar sadar terhadap kerusakan atau realitas rusak tidaklah mencukupi untuk melakukan perubahan; akan tetapi –disamping hal itu (kesadaran terhadap realitas rusak)— harus ada kesadaran terhadap realitas pengganti untuk (menggantikan) realitas yang rusak".

Dari perkataan syaikh Ahmad Athiyyat diatas, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah penyadaran terhadap ummat bahwa kondisi saat ini adalah kondisi yang “tidak wajar”.

Ini adalah keadaan yang tidak semestinya terjadi. Agar ummat sadar maka haruslah dijelaskan bahwa realita yang terjadi saat ini, berupa kemiskinan, kebodohan, keterbalangan, dan berjibun problematika ummat yang ada disebabkan oleh system yang ada.

Demokrasi-Kapitalis-Sekuler yang memberikan wewenang kepada manusia untuk membuat aturannya sendiri, merupakan sumber kesengsaraan ummat ini. Dengan keterbatasan akal yang dimiliki, manusia berusaha menata kehidupan mereka sendiri, yang tentu saja manfaat bagi kepentingan pribadi dan kelompok menjadi prioritas. Inilah realitas yang harus terus menerus disampaikan kepada ummat hingga mereka menyadarinya.

Ternyata kesadaran ummat terhadap kerusakan realitas yang ada tidak akan pernah menghasilkan perubahan kecuali ada solusi yang ditawarkan. Maka, langkah kedua yang juga menjadi point penting perubahan adalah memberikan satu gambaran terhadap realitas ideal yang akan menjadi arah perubahan, realitas yang akan menjadi pengganti realitas yang rusak tadi.

Allah SWT telah mewajibkan kepada sebagian ummat ini agar melakukan seruan kepada islam. Karena islamlah jawaban terhadap segala problematika yang ada, sebagaimana firman-Nya:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan (islam), menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)

Seruan yang dimaksud adalah seruan yang memberikan jawaban terhadap segala masalah ummat. Seruan yang menggambarkan kesempurnaan islam dalam mengatasi semua aspek kehidupan, mulai dari aqidah, ibadah, politik, ekonomi, pendidikan, dan semua hal yang berkaitan dengan manusia. Dengan islam lah kesejahteraan akan benar-benar terwujud, karena aturannya adalah aturan yang dibuat oleh Dzat yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Dialah Allah SWT.

Dua langkah ini harus diserukan dengan lantang, jelas, dan tegas, tanpa melihat lagi apapun hasilnya. Tidak boleh diantara kita kemudian menyembunyikan seruan yang mulia ini dengan seruan-seruan yang semu yang akan semakin menjauhkan ummat dari Islam. Aktivitas inilah yang dicontoh Rasulullah ketika melakukan dakwah tengah-tengah manusia. Ketegasan ini pula yang membuat rasulullah kemudian dimusuhi, padahal beliau adalah orang yang dihormati dan dijadikan rujukan oleh ummatnya. Hal ini bisa kita lihat dari pernyataan para pembesar Quraisy yang merasa keburukannya di bongkar oleh Rasulullah saw, mereka melobi Abu Thalib untuk membujuk Rasulullah agar mengubah dakwahnya:

“Wahai Abu Thalib sesungguhnya engkau memiliki kemuliaan dan kedudukan ditengah kami, dan kami telah minta engkau agar mencegah keponakanmu maka engkau tidak mencegahnya, dan kami, demi Allah, tidak dapat bersabar atas hal ini, dari caciannya atas bapak-bapak kami, dan membodohkan akal kami dan mengejek tuhan-tuhan kami…” (Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyyah).

[Muhammad Tohir]

Tahukah Bahwa Islam Memiliki Bendera Sendiri ?


Apakah anda tahu bahwa Islam memiliki bendera yang khas? Ya, Islam merupakan dien yang lengkap yang mengatur segala aspek hidup salah satunya dalam masalah tata negara, termasuk pengaturan bendera. Bendera Islam telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

Bendera Rasulullah terdiri dari:
1. Al-liwa (bendera putih)
2. Ar-rayah (panji hitam)

Di dalam bahasa Arab, bendera dinamai dengan liwa (jamaknya adalah alwiyah). Sedangkan panji-panji perang dinamakan dengan rayah. Disebut juga dengan al-‘alam. Rayah adalah panji-panji yang diserahkan kepada pemimpin peperangan, dimana seluruh pasukan berperang di bawah naungannya. Sedangkan liwa adalah bendera yang menunjukan posisi pemimpin pasukan, dan ia akan dibawa mengikuti posisi pemimpin pasukan.

Liwa adalah al-‘alam (bendera) yang berukuran besar. Jadi, liwa adalah bendera Negara. Sedangkan rayah berbeda dengan al-‘alam. Rayah adalah bendera yang berukuran lebih kecil, yang diserahkan oleh khalifah atau wakilnya kepada pemimpin perang, serta komandan-komandan pasukan Islam lainnya. Rayah merupakan tanda yang menunjukan bahwa orang yang membawanya adalah pemimpin perang.

Liwa, (bendera negara) berwarna putih, sedangkan rayah (panji-panji perang) berwarna hitam. Banyak riwayat (hadist) warna liwa dan rayah, diantaranya :

Rayahnya (panji peperangan) Rasul SAW berwarna hitam, sedang benderanya (liwa-nya) berwarna putih (HR. Thabrani, Hakim, dan Ibnu Majah)

Meskipun terdapat juga hadist-hadist lain yang menggambarkan warna-warna lain untuk liwa (bendera) dan rayah (panji-panji perang), akan tetapi sebagian besar ahli hadits meriwayatkan warna liwa dengan warna putih, dan rayah dengan warna hitam.

Tidak terdapat keterangan (teks nash) yang menjelaskan ukuran bendera dan panji-panji Islam di masa Rasulullah SAW, tetapi terdapat keterangan tentang bentuknya, yaitu persegi empat.

Panji Rasulullah saw berwarna hitam, berbentuk segi empat dan terbuat dari kain wol (HR. Tirmidzi)

Al-Kittani mengetengahkan sebuah hadist yang menyebutkan :

Rasulullah saw telah menyerahkan kepada Ali sebuah panji berwarna putih, yang ukurannya sehasta kali sehasta.

Pada liwa (bendera) dan rayah (panji-panji perang) terdapat tulisan Laa illaaha illa Allah, Muhammad Rasulullah. Pada liwa yang berwarna dasar putih, tulisan itu berwarna hitam. Sedangkan pada rayah yang berwarna dasar hitam, tulisannya berwarna putih. Hal ini dijelaskan oleh Al-Kittani, yang berkata bahwa hadist-hadist tersebut (yang menjelaskan tentang tulisan pada liwa dan rayah) terdapat di dalam Musnad Imam Ahmad dan Tirmidzi, melalui jalur Ibnu Abbas. Imam Thabrani meriwayatkannya melalui jalur Buraidah al-Aslami, sedangkan Ibnu ‘Adi melalui jalur Abu Hurairah.

Begitu juga Hadist-hadist yang menunjukan adanya lafadz Laa illaaha illa Allah, Muhammad Rasulullah , pada bendera dan panji-panji perang, terdapat pada kitab Fathul Bari.

Berdasarkan paparan tersebut diatas, bendera Islam (liwa) di masa Rasulullah saw adalah berwarna putih, berbentuk segi empat dan di dalamnya terdapat tulisan Laa illaaha illa Allah, Muhammad Rasulullah dengan warna hitam. Dan panji-panji perang (rayah) di masa Rasulullah saw berwarna dasar hitam, berbentuk persegi empat, dengan tulisan di dalamnya Laa illaaha illa Allah, Muhammad Rasulullah berwarna putih.

Bendera inilah yang akan membebaskan negeri negeri Islam dari penjajahan AS di Iraq, Afgahanistan, dll serta penjajahan Zionis Yahudi di Palestina. Akan mempersatukan Ummat dalam Negara Khilafah dan membebaskan mesjidil Aqsha, dan akan menjadi bendera Negara Khilafah yang di Janjikan oleh Rasulullah, Insya Allah

Wahai saudara dan saudariku yang dirahmati Allah

Jangan biarkan musuh Islam tertawa terbahak melihat kaum muslim terpecah belah

Jangan biarkan mereka merasa menang melihat kaum muslim menyerah

Jangan biarkan ada lagi tangisan anak dan wanita yang kehilangan ayah

Jangan biarkan juga dajjal mengaku sebagai Tuhan

Jangan biarkan pengkhianat Islam hidup tenang

Wahai singa-singa Islam

Bangkitlah dari keterpurukan, kejumudan, kefuturan, keputusasaan, dan kekalahan..

Jadilah penjaga Islam terpecaya

Jadikan dakwah sebagai hidupmu, jihad jalanmu, syahid tujuanmu karena surga adalah tempatmu

Tiada kata menyerah sebelum panji-panji Islam berkibar di kota Roma dan alam semesta.

Rise-rise-rise Revolutionary 4 struggle Islam with Syariah and Khilafah

Khilafah will dominate the world

Salam kehancuran isme2 bermodal keintelektualan semu