Salam

Pages

Sabtu, 21 April 2012

Bila manusia “lupa” untuk saling menasehati

“Ih…orang itu kelihatannya aja baik, sempurna. Ternyata…lebih parah dari kita.”

            Sering kata-kata itu terlontar bila kita yang merasa kecewa pada seseorang yang kita kagumi, tapi ternyata juga memiliki borok yang luar biasa.

            Lucu memang, kalau dipikir. Kita seringkali lupa, bahwa orang yang kita idolakan adalah juga manusia, yang pasti sampai kapanpun tak pernah menjadi malaikat, sosok yang tercipta tanpa cacat dari sononya. Makanya, jangan buru-buru mengambil kesimpulan seseorang itu perfect bila belum terlalu kenal, pun sebaliknya, jangan tergesa-gesa membenci bila bertemu orang yang begitu menyebalkan. Tunggulah, bila saatnya tiba nanti, waktu akan menunjukkan yang tersembunyi. Orang yang kita kagumi ternyata tak lebih baik dari diri kita dan orang kebanyakan, sama-sama mengecewakan dan memiliki sisi gelap yang seringkali membuat kita tidak percaya. Sebaliknya, orang yang pada awalnya begitu kita benci, bisa jadi adalah sosok yang pada akhirnya justru membuat kita geleng-geleng berdecak kagum sekaligus sungkan karena pernah merendahkannya.

            Pada dasarnya, manusia diciptakan sepaket dengan hawa nafsu dan akal yang saling berusaha mendominasi satu sama lain. Maka wajar, bila sesekali kita terjatuh begitu dalam. Namun itu bukan alasan kita merasa inferior, terpuruk, dan tak ada harapan untuk memperbaiki diri. Yang paling konyol adalah….bila kita menjadikan pengalaman keterpurukan itu sebagai alasan untuk tidak mengoreksi orang lain yang juga salah jalan.

            “Aku nggak enak kalo disuruh menasehati orang lain. Soalnya diriku sendiri begitu”. Itu kata-kata yang sering terlontar bila seseorang merasa dirinya begitu banyak dosa, lalu diminta untuk menegur sahabatnya atau orang di sekitarnya yang salah. Kenapa harus sungkan menegur? Sungkan ini sama sekali tidak pada tempatnya, kawan…..