“Ih…orang itu kelihatannya aja baik, sempurna. Ternyata…lebih parah dari kita.”
Sering kata-kata itu terlontar bila kita yang merasa kecewa pada
seseorang yang kita kagumi, tapi ternyata juga memiliki borok yang luar
biasa.
Lucu memang, kalau dipikir. Kita
seringkali lupa, bahwa orang yang kita idolakan adalah juga manusia,
yang pasti sampai kapanpun tak pernah menjadi malaikat, sosok yang
tercipta tanpa cacat dari sononya. Makanya, jangan buru-buru mengambil
kesimpulan seseorang itu perfect bila belum terlalu kenal, pun
sebaliknya, jangan tergesa-gesa membenci bila bertemu orang yang begitu
menyebalkan. Tunggulah, bila saatnya tiba nanti, waktu akan menunjukkan
yang tersembunyi. Orang yang kita kagumi ternyata tak lebih baik dari
diri kita dan orang kebanyakan, sama-sama mengecewakan dan memiliki sisi
gelap yang seringkali membuat kita tidak percaya. Sebaliknya, orang
yang pada awalnya begitu kita benci, bisa jadi adalah sosok yang pada
akhirnya justru membuat kita geleng-geleng berdecak kagum sekaligus
sungkan karena pernah merendahkannya.
Pada
dasarnya, manusia diciptakan sepaket dengan hawa nafsu dan akal yang
saling berusaha mendominasi satu sama lain. Maka wajar, bila sesekali
kita terjatuh begitu dalam. Namun itu bukan alasan kita merasa inferior,
terpuruk, dan tak ada harapan untuk memperbaiki diri. Yang paling
konyol adalah….bila kita menjadikan pengalaman keterpurukan itu sebagai
alasan untuk tidak mengoreksi orang lain yang juga salah jalan.
“Aku nggak enak kalo disuruh menasehati orang lain. Soalnya diriku
sendiri begitu”. Itu kata-kata yang sering terlontar bila seseorang
merasa dirinya begitu banyak dosa, lalu diminta untuk menegur sahabatnya
atau orang di sekitarnya yang salah. Kenapa harus sungkan menegur?
Sungkan ini sama sekali tidak pada tempatnya, kawan…..
Why? Ya iyalah….bayangkan saja. Kalau semua orang merasa berdosa
sehingga tidak pantas menegur dan menasehati orang lain yang bermaksiat
atau salah langkah, lantas siapa yang mengingatkan kita jika kita
khilaf? Yakinkah kita bahwa dalam hidup selama ini kita tidak pernah
berbuat salah? Terlalu naif jika anda menjawab ‘iya’.
Manusia dalam bahasa arab disebut “insan”, dekat sekali dengan kata nisyan,
yang artinya lupa. Benar…! Kita adalah makhluk yang sering lupa. Lupa
bahwa kita diciptakan untuk menyembah Allah. Lupa bahwa kita akan
kembali kepada-Nya. Lupa bahwa kita tak pernah tahu akan dimasukkan ke
mana: surga atau neraka. Lupa bahwa timbangan amal kita berperan
menentukan nasib kita di akhirat. Lupa bahwa Yang Maha Kuasa berhak
mencabut ajal kita kapanpun, entah besok, atau detik ini juga.
Nah….dengan segala sifat lupa tersebut, mustahil banget kalo kita tidak
pernah berbuat kesalahan dan kekhilafan. Lupakah kita…bahwa Adam dan
Hawa terusir dari surga juga karena sifat lupanya: lupa bahwa larangan
Allah tidak boleh dilanggar. Lupa bahwa hanya firman Allah lah yang patut didengar, bukan hasutan iblis.
Menasehati orang lain kadangkala memang beresiko: resiko dibenci dan
dianggap resek. Trus….so what?! Apakah hanya karena alasan itu kita
mundur. Lagi-lagi kita mungkin lupa bahwa orang yang tidak ingin
menasehati orang lain itu adalah orang yang merugi. Kata siapa? Lupa
lagi ya….buka doonk surat Q.S. Al-Ashr.
Demi masa
Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih
Dan orang-orang yang saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.
Nah lo…lebih baik mana kalo gitu, membiarkan teman salah arah dengan
alasan tidak ingin merusak pertemanan, atau menegurnya dengan resiko
dibenci. Lebih baik nggak dua-duanya! Ye…enak aja. Teman yang
bisanya cuman muji dan bikin senang temannya itu cenderung bukan teman
yang baik. Teman macam ini tidak ingin rugi (baca: dibenci) karena
membenarkan orang lain. Bagi mereka, diam adalah pilihan terbaik.
Kalaupun mereka harus melihat teman sendiri terperosok, toh…itu pilihan mereka, bukan salah saya. Hmm…memiliki teman semacam ini tentun tidak menyenangkan.
Ada pepatah Arab yang cukup menggelitik. “Temanmu adalah, yang membuat
menangis, bukan yang membuatmu tertawa”. Kira-kira begitulah terjemahan
bebasnya. Apa maksudnya? Maksudnya, teman yang baik tidak hanya sibuk
menyenangkan hati temannya, tapi juga mengingatkannya kala salah
langkah, menasehatinya bila sedang khilaf, dan menegurnya kala berbuat
dosa, meski taruhannya dibenci.
Sebab mereka yakin
bahwa ganjaran Allah itu pasti, bagi orang-orang yang menyayangi
saudaranya tulus karena-Nya. Mereka tidak rela saudaranya terpuruk pada
kemaksiatan, sebagaimana tidak rela diri mereka terperosok ke lubang
yang sama.
by Alfa Rahmah El-Banjariyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar