“Ih…orang itu kelihatannya aja baik, sempurna. Ternyata…lebih parah dari kita.”
Sering kata-kata itu terlontar bila kita yang merasa kecewa pada
seseorang yang kita kagumi, tapi ternyata juga memiliki borok yang luar
biasa.
Lucu memang, kalau dipikir. Kita
seringkali lupa, bahwa orang yang kita idolakan adalah juga manusia,
yang pasti sampai kapanpun tak pernah menjadi malaikat, sosok yang
tercipta tanpa cacat dari sononya. Makanya, jangan buru-buru mengambil
kesimpulan seseorang itu perfect bila belum terlalu kenal, pun
sebaliknya, jangan tergesa-gesa membenci bila bertemu orang yang begitu
menyebalkan. Tunggulah, bila saatnya tiba nanti, waktu akan menunjukkan
yang tersembunyi. Orang yang kita kagumi ternyata tak lebih baik dari
diri kita dan orang kebanyakan, sama-sama mengecewakan dan memiliki sisi
gelap yang seringkali membuat kita tidak percaya. Sebaliknya, orang
yang pada awalnya begitu kita benci, bisa jadi adalah sosok yang pada
akhirnya justru membuat kita geleng-geleng berdecak kagum sekaligus
sungkan karena pernah merendahkannya.
Pada
dasarnya, manusia diciptakan sepaket dengan hawa nafsu dan akal yang
saling berusaha mendominasi satu sama lain. Maka wajar, bila sesekali
kita terjatuh begitu dalam. Namun itu bukan alasan kita merasa inferior,
terpuruk, dan tak ada harapan untuk memperbaiki diri. Yang paling
konyol adalah….bila kita menjadikan pengalaman keterpurukan itu sebagai
alasan untuk tidak mengoreksi orang lain yang juga salah jalan.
“Aku nggak enak kalo disuruh menasehati orang lain. Soalnya diriku
sendiri begitu”. Itu kata-kata yang sering terlontar bila seseorang
merasa dirinya begitu banyak dosa, lalu diminta untuk menegur sahabatnya
atau orang di sekitarnya yang salah. Kenapa harus sungkan menegur?
Sungkan ini sama sekali tidak pada tempatnya, kawan…..